Monthly Archives: Juli 2008

Ngajar Teknik Presentasi nan Asyik…

Kata temen-temen, utamanya panitia, saya termasuk widyaiswara yang suka jika pesertanya cantik. Titenane gampang. Jika pesertane cantik-cantik maka pasti ngajarnya penuh semangat hingga pulangnya molor sendiri sampek sore…..bener juga see….tapi wajar dong….namanya juga lelaki normal. Pasti seneng dooong jika yang diajar pesertanya cantik-cantik apalagi ditambah centil lagi (yang nggak wajar khan jika akunya suka jika pesertanya ganteng-ganteng…..). Tapi sebenarnya ada yang bikin aku tambah seneng…yakni jika pesertanya pinter-pinter….ditambah bermotivasi tinggi….karena yang begitu itu akan bikin kelas menjadi hidup, bergairah….dan tentu saja yang ngajar juga gak bakalan capek ……(walau tetep tambah enak juga kalo diberi bonus…..ya itu tadi wajah yang cantik-cantik he….he….he….)

Dan demikianlah yang saya rasakan saat ngajar materi “Teknik Komunikasi dan Presentasi yang Efektif” pada Diklat Kepemimpinan Tingkat IV di Kota Solo Sabtu kemaren. Peserta yang pinter…..akrab teknologi (bahkan ada sekitar 25 % peserta bawa laptop sendiri)….sekaligus bermotivasi tinggi buat belajar….tanpa memandang bahwa sang widyaiswaranya mungkin lebih muda dari mereka. Tentu saja yang terjadi adalah kelas yang hidup, rame tanpa kehilangan arti sebuah kelas pembelajaran yang penuh dengan sharing atau saling belajar baik antar peserta maupun peserta dengan widyaiswaranya…..dan yang lebih seneng adalah kenyataan bahwa mereka merupakan para pejabat instansi pemerintah….hingga anganku melambung tinggi mengkhayalkan jika seluruh pejabat instansi pemerintah merupakan orang-orang yang pintar dan bermotivasi tinggi maka Indonesia bisa segera maju jalan…..aaahh….. Baca lebih lanjut

Membagi Kelompok Dengan Metode “Pilih Sendiri”

Dalam sebuah proses pembelajaran, membagi peserta dalam kelompok-kelompok kecil hampir menjadi sebuah keharusan, khususnya saat hendak menerapkan metode diskusi. Membagi peserta dalam kelompok banyak ragamnya. Yang lazim digunakan adalah meminta peserta berdiri, untuk kemudian mulai menghitung 1 sampai 7 (tergantung jumlah kelompok yang ingin dibentuk. Bisa juga pake A, B, C, D…..). Saya sendiri seringkali mencoba membagi kelompok dengan cara yang agak lain, misalnya lewat binatang kesayangan, warna kesukaan, golongan darah, kesamaan sifat, hari lahir dll….. Dan yang paling saya sukai sekaligus sering saya pakai adalah melalui Metode “Pilih Sendiri”

Metode ini, gak tahu udah ada yang pernah makek atau belum, saya temukan saat awal-awal mengajar ”Team Building” yakni di Kabupaten Rembang (lupa tepatnya kapan). Yang jelas idenya sih datang saat sedang Jum’atan (walah ketauan kalo Jum’atan gak dengerin kutbah tapi malah ngelamun). Maklum baru pertama ngajar mata diklat itu. Apalagi ini pesertanya ada yang psikolog (Mbak Ratih dari BKD), yang katanya Pak Nursalam (Kasi Diklat Rembang) orangnya pinter dan berpengalaman…..hingga bikin aku agak grogi juga sekaligus merasa tertantang buat ’ngerjain’ dia he…he….he…..hingga lagi, bikin aku bersemangat buat nyiptain jurus membagi kelompok selain yang 1,2,3….itu. Inti dari metode ”Pilih Sendiri” ini adalah memilih anggota kelompok berdasarkan tingkat kepopuleran seseorang di dalam sebuah kelas. Orang yang populer di kelas pasti menjadi rebutan buat diilih oleh teman-temannya….sedangkan bagi orang yang tak populer akan lama terpilihnya oleh temen-temennya….alias duduk paling belakang…… Baca lebih lanjut

Nglajo….

Istilah ini pertama kali saya tahu saat mulai awal-awal kuliah di kampus UGM pertengahan 90-an…..utamanya datang dari temen-temen kita yang berasal dari Klaten dan sekitarnya…yang tiap pagi selalu berangkat ke kampus dari rumahnya yang lumayan nanggung itu, dekat juga nggak jauh yo gak begitu amat….hingga mau kost juga rasanya nanggung….dan memilih untuk nglajo atau nglaju saja…. Na….peristiwa nglajo itu ternyata akhir-akhir ini juga melanda diriku yang widyaiswara ini….Sebenarnya sih, setiap panitia diklat pasti menyediakan tempat penginapan bagi kita-kita bila pengen nginep…but karena alasan nanggung tadi, disamping gak ada tempat nginep senikmat di rumah, utamanya saya memilih buat nglajo dari rumah…

Peristiwa paling fenomenal dari nglajo saya adalah saat awal-awal jadi WI dan kitanya di tugaskan di Grobogan/Purwodadi, Kota Kecil di sebelah timur Semarang. Waktu itu karena merasa gak akan merasa terlambat jika langsung berangkat paginya dari Semarang, saya memutuskan buat nglajo. But karena belum hapal jalur bus yang ke arah Purwodadi, sekalian ragu apakah subuh-subuh sudah ada bus yang kesana….maka saya mutusin buat ngajak temenku naik motor buat kesana…dan ternyata dingin campur capek juga mbonceng motor pagi-pagi Semarang-Purwodadi….dan saat hal itu saya ceritakan pada temen-temen WI, Mr. Ramli dengan enaknya berkata “Widyaiswara dari Semarang-Purwodadi koq ngojek”….dan demikianlah muncul julukan widyaiswara ojeg pada diriku…dan itu baru ilang saat suatu hari aku putusin nglajo juga tapi dari Semarang-Jepara dan kali ini dengan naek taxi….gak pa-pa mahal dikit asal julukanku sebagai mr. Ojeg hilang….. Baca lebih lanjut

Ice Breaker

Ice Breaker atau pemecah kebekuan adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh fasilitator guna menyegarkan suasana kelas atau membikin suasana kelas menjadi akrab dan menyenangkan. Seperti ditahui, proses pembelajaran pada pendidikan dan pelatihan kebanyakan diikuti oleh para manusia dewasa yang telah memiliki sikap dan perilaku yang ‘establish’ dan kadang bersikap negatif hingga hal itu bisa menghambat proses pembelajaran. Sikap-sikap negatif itu antara lain adalah merasa pinter sendiri, pengen selalu menonjolkan diri, suka menyepelekan sesuatu, menutup diri terhadap hal-hal baru, sungkan, enggan bergaul dengan orang asing, kurang pede, minderan, dan masih banyak lagi yang lainnya haa…haa…ha….(waduh koq jadi lagunya Bang Rhoma…). Padahal salah satu azas penting bagi keberhasilan suatu diklat adalah interaksi yang terbuka, jujur, spontan antara fasilitator dan peserta guna terciptanya komunikasi dialogis dan kritis selama proses pembelajaran.

Ada dua keuntungan pokok jika suasana kelas menjadi akrab dan menyegarkan, yaitu : 1) peserta akan merasa senang mengikuti kegiatan, sehingga tidak merasa bosan dan lelah; 2) Tujuan diklat akan lebih mudah tercapai secara optimal karena para pesertanya terlibat secara aktif tanpa harus dipaksa. Menurut the Encyclopedia of Ice Breaker terbitan University Associates Inc (1976) bentuk ice breaker ada bermacam-macam, mulai dari sekedar teka-teki, cerita-cerita lucu atau humor ringan yang memancing senyum, lagu-lagu atau nyanyian yang disertai gerakan tubuh (action song), sampai permainan-permainan berkelompok yang cukup menguras tenaga atau bahkan fikiran. Acara perkenalan di awal pelatihan adalah salah satu waktu terbaik dan merupakan saat yang paling tepat untuk melakukan ‘ice breaker’ dalam rangka menciptakan suasan pelatihan yang terbuka, spontan dan jujur, tetap serius tetapi santai. Walaupun demikian, saya pribadi menganggap kegiatan ice breaker juga perlu dilakukan di tengah-tengah pelatihan dimana peserta terlihat mulai bosan, lelah atau malah mengantuk saat mengikuti pelatihan.

Baca lebih lanjut

Untuk Yang Pertama Kali…..

Sorry, sedikit ngutip lagunya Kerispatih yang sempat jadi favoritku kemaren-kemaren…. walau dalam tulisan ini, hal itu tentu saja bukan favorit bagiku…Kalau tahun-tahun lalu saya sempet cerita tentang sulitnya ngajar materi untuk yang pertama kali….maka kali ini giliran saya mau nyeritain susahnya ngajar di lokasi diklat buat yang pertama kali, alias akunya belum pernah kesana….dan tambah susah kalo lokasinya agak terpencil dalam arti bukan ndeso banget…kalo dengan kendaraan pribadi sih diseluruh antero Jawa Tengah kayaknya gak ada yang terpencil deh….hanya saja yang mau saya ceritakan ini adalah lokasi diklat yang agak susah untuk dijangkau dengan angkutan umum.

Lokasi diklat yang akan saya ceritakan adalah di kawasan Tawangmangu Karanganyar. Terus terang sudah tiga kali saya menolak penugasan mengajar di tempat itu karena susahnya naek angkutannya kesana….Konon kata temen-temen widyaiswara, bus terakhir dari Solo sampai ke lokasi itu adalah jam 03.30 WIB….sementara bus terakhir dari Tawangmangu ke Solo adalah 17.00 WIB. Setelah itu gak ada bus sama sekali. Na…ini yang bikin lokasi ini agak mengerikan, hingga banyak para WI yang milih naik kendaraan pribadi kesana….Sebenarnya saya sudah beberapa kali datang kesana tetapi dulu-dulunya bukan dalam rangka mengajar….hanya evaluasi diklat, hingga gak perlu harus pagi-pagi nyampek kesana serta gak butuh waktu lama hingga bisa cepet-cepet pulang sebelum bis ke Solo habis di sore harinya… Baca lebih lanjut