Monthly Archives: September 2008

Why Do I Do What I Do…

The Mediocre teacher tells!
The Good teacher explains!!
The Superior teacher demonstrates!!!
The Great teacher Inspires!!!!

William A. Ward

Why Do I Do What I Do…?! Mengapa Saya melakukan apa yang saya lakukan….?! Demikianlah pertanyaan pokok yang harusnya ditanyakan widyaiswara pada dirinya tentang apa saja yang dilakukannya di kelas….dalam arti apapun yang dilakukan oleh widyaiswara di kelas asal ada tujuannya yakni guna mendukung proses belajar mengajar maka hal itu sah-sah saja….bolah – boleh saja….apapun itu….Begitulah prinsip yang dibawa oleh Mr. Maliki, salah seorang widyaiswara dari LAN RI, dalam pembelajaran dengan kami selama 4 hari….mulai dari Metode Pembelajaran, Pendekatan Quantum dalam proses pembelajaran serta Rencana Pembelajaran. Dan tidak hanya berteori saja, tapi pembelajaran selama 4 hari nonstop ples dalam kondisi lunglai akibat puasa dibawanya menjadi sebuah pengalaman pembelajaran yang susah terlupakan seumur hidup….tidak hanya menyenangkan saja…tapi juga menginspirasi bagi kami para pesertanya….He is bener-bener great teacher deh….!!

Why Do I Do What I Do…?! Pada dasarnya dapat dipergunakan buat menjawab pertanyaan bagaimana langkah yang harus dilakukan seorang widyaiswara agar profesional….Teorinya sih dengan memaksimalkan potensi power yang besar dari sesuatu yang dimiliki manusia tetapi tidak kelihatan….yakni fikiran dan perasaan. Urutan-urutannya sih begini. Yang namanya nasib manusia dipengaruhi oleh karakter. Karakter dipengaruhi oleh kebiasaan. Kebiasaan dipengaruhi tindakan. Tindakan muncul karena fikiran manusia. Sementara fikiran akan bertindak lebih cemerlang jika dilandasi perasaan. Aplikasinya sih sebenarnya sederhana saja yakni widyaiswara harus mencintai pekerjaannya….dengan mencintai pekerjaannya maka fikiran akan mencari upaya terbaik guna menghadirkan orkestrasi pembelajaran di kelas yang mampu mencapai tujuannya…. Dari situ widyaiswara akan selalu bertindak sesuai kebutuhan peserta…dengan kebiasaan pelayanan prima serta karakter yang menghargai peserta….naa…dari situ akan muncul nasib widyaiswara yang profesional….

Baca lebih lanjut

Prinsip Pelayanan Prima Bagi Widyaiswara

Ikut Diklat itu memang asyik. Walau kita gak selalu mendapatkan semua yang kita harapkan tapi pasti adaaaaa…… aja yang berguna buat ningkatin kualitas kita sebagai aparat pemerintah. Sebagai contoh Diklat TOT Kewidyaiswaraan Muda yang sedang saya ikuti saat ini. Belum juga 10 jam kita ngikut diklat…eee…..akunya sudah dapat ilmu baru tentang profesi kewidyaiswaraan, yakni prinsip pelayanan prima bagi widyaiswara dari mata pelajaran Bimbingan Belajar Orang Dewasa dari Pak Sudarmadi salah seorang widyaiswara dari Badan Diklat Depdagri Jakarta. Prinsipnya sih gampang yakni agar sebagai widyaiswara yang notabene juga aparat pemerintah kitanya juga harus berprinsip pelayanan prima bagi para pelanggan kita, yang dalam hal ini adalah peserta diklat. Seperti kita tahu ada 3 prinsip pelayanan prima :

  1. Hukum Pelanggan. Ada dua prinsip hukum pelanggan. Pertama, pelanggan tak pernah salah. Kedua, jika pelanggan salah maka lihat lagi prinsip pertama.

  2. SDM pelayanan harus mendukung, dalam arti SDM seorang aparat harus mampu dan mau melayani pelanggannya.

  3. Boss adalah panutan, sekaligus menjadi suri tauladan bagi anak buahnya dalam melayani pelanggan.

Lalu bagaimana implikasinya bagi profesi widyaiswara dalam melakukan proses belajar mengajar di kelas….?! Baca lebih lanjut

Pembukaan Presentasi Yang Hangat

Sesingkat apapun waktu yang anda miliki untuk melakukan presentasi, selalu bukalah presentasi tersebut dengan sebuah kehangatan. Kehangatan hubungan akan sangat membantu penerimaan audience terhadap hal-hal yang akan anda sampaikan. Lihatlah wajah semua orang yang akan mendengarkan presentasi anda, apakah mereka masih memiliki wajah yang dingin, menunduk, enggan melihat anda, saling berbisik, curiga atau resah di tempat duduk mereka. Kalau ya, jangan nekat langsung membicarakan materi, apalagi kalau materi yang disajikan kering, sulit dimengerti, mengandung banyak hal teknis, atau mengandung hal-hal yang kurang enak didengar. Berikut adalah tips untuk menciptakan kehangatan hubungan : Baca lebih lanjut

Pentingnya Jumlah Audience dalam Sebuah Presentasi

Berapa jumlah audience yang layak ?. Tentu saja amat bervariasi. Untuk satu presentasi kerja, jumlah audience-nya bisa saja hanya berkisar antara 8 hingga 12 orang. Audience dengan jumlah sedikit ini tentu membuat anda harus mempersiapkan sebaik mungkin. Mereka dapat melakukan interupsi kapan saja, mengajukan pertanyaan apa saja, dan meminta anda segera berhenti begitu mereka merasa fokus presentasi tidak jelas, alur pikir tidak sistematis, isinya tidak menjawab kebutuhan mereka, dan seterusnya.

Dalam presentasi kelas, jumlah audience biasanya berkisai 25-35 orang. Jumlah ini cukup intensif untuk melakukan diskusi, bahkan untuk mengenal audience dengan lebih dekat sehingga pertukaran emosional akan terasa sekali. Ingatlah bahwa ketika anda melakukan presentasi, pada dasarnya anda tengah melakukan suatu peoses pertukaran, termasuk pertukaran perasaan dan emosi.

Adakalanya anda harus memberi presentasi di hadapan audience yang jumlahnya besar, antara 100 hingga 400 orang. Tentu saja di butuhkan persiapan khusus untuk menghadapi audience sebesar ini. Audience sebesar ini tentu akan cepat merasa jenuh, sehingga dibutuhkan sejumlah teknis agar mereka tetap betah dan antusias mendengarkan ceramah anda. Ada beberapa hal yang perlu anda perhatikan di hadapan audience sebesar ini : Baca lebih lanjut

Menghindari Kejenuhan Peserta Presentasi

Ada banyak alasan mengapa audience merasa jenuh. Mungkin topik yang dibicarakan tidak menarik. Mungkin topiknya tidak relevan untuk kehidupan orang lain. Mungkin yang menyampaikan bukan orang yang menguasai materi. Mungkin penyaji kurang persiapan. Bisa jadi penyampaiannya kering, tanpa ilustrasi, contoh, gambar, atau tempo suara lamban, tak bergairah. Adakalanya kejenuhan terjadi karena timing-nya tidak pas, misalnya topik pembicaraan yang berat setelah makan siang. Atau barangkali audience sama sekali tidak diajak berpikir, berinteraksi.

Presenter yang baik harus paham betul membaca tanda-tanda kejenuhan. Indikatornya antara lain adalah audience mulai menguap, bahkan ada yang matanya mulai redup, lehernya tumbang, atau sayup-sayup terdengar suara mendengkur. Perlahan-lahan jumlah kursi yang kosong bertambah karena audience satu-persatu meninggalkan ruangan. Mereka mulai bicara sendiri-sendiri, dan lambat laun percakapan diantara sesama audience semakin keras. Tatapan mata mereka kosong. lalu gimana caranya….?!

Penyusunan Program Diklat

Dalam setiap model desain diklat, langkah paling utama dan pertama dalam penyusunan rancang bangun suatu program diklat adalah kegiatan Analisis Kebutuhan Diklat (AKD) atau Training Needs Assessment (TNA). Analisis kebutuhan Diklat memiliki kaitan erat dengan perencanaan Diklat. Perencanaan yang paling baik didahului dengan identifikasi kebutuhan. Kebutuhan pendidikan dan pelatihan dapat dilihat dengan membandingkan antara tingkat pengetahuan dan kemampuan yang diharapkan (sebagaimana terlihat pada misi, fungsi dan tugas) dengan pengetahuan dan kemampuan yang senyatanya dimiliki oleh pegawai.

Dengan dilaksanakannya kegiatan AKD diharapkan akan dihasilkan jenis-jenis diklat yang dibutuhkan oleh organisasi, sehingga dapat mewujudkan diklat yang tepat sasaran, tepat isi kurikulum dan tepat strategi untuk mencapai tujuan. Melalui kegiatan Analisis Kebutuhan Diklat, maka idealnya setiap program yang disusun dan dijabarkan dalam bentuk kegiatan merupakan perwujudan dari pemenuhan kebutuhan. Hasil yang diharapakan dari Analisis Kebutuhan Diklat akan memperjelas kaitan antara pelaksanaan pendidikan dan pelatihan dengan peningkatan kinerja lembaga yang merupakan akumulasi dari kinerja para pejabat di dalam suatu organisasi, disebutkan demikian karena setiap pejabat yang dilengkapi dengan jenis-jenis diklat yang dibutuhkan, selanjutnya akan dapat melaksanakan setiap rincian tugas dalam jabatannya. Baca lebih lanjut