Monthly Archives: Maret 2007

Kesalahan Perkantoran Versi Prajab Jepara

Kesalahan Yang Sering Dilakukan Oleh Pegawai
dalam Kegiatan Perkantoran

Jadi widyaiswara itu ada enaknya juga ada gak enaknya juga (he…he…bahasanya baku banget ya…?). Enaknya ya kita dapat jalan-jalan ke berbagai kota, menikmati suasana baru, juga mencicipi makanan-makanan khas (sampai mirip acara wisata kuliner….susahnya my fave food adalah sego kucing, cos kelamaan di Yogya sehingga lebih tepat jadi….wisata kucingan….), juga ketemu-ketemu sama orang-orang yang berbeda shg bisa saling sharing…. Itu enaknya….Gak enaknya ya…perjalanannya yang bikin capek….kalo sangking capeknya kadang-kadang ngajar sampai ’blank’…..Untung ada laptop….sehingga kalo sedang blank ya….baca laptop doang……alias balik maning nang Laptop…!!

Senin kemaren, 26 Maret 2007, saya mengajar ’Manajemen Perkantoran Modern’ pada anak-anak Prajabatan Golongan III Tahun 2007 Angkatan I di Kabupaten Jepara. Sekilas tentang Jepara, kota yang bersih, nyaman, tenang, tidak terlalu banyak kendaraan, khas kota kecil nan sejuk seperti kota kecilku, Kediri Jawa Timur.
Seperti tulisanku terdahulu, ada beberapa instrumen (lengkapnya instrumen disini) yang saya sebarkan guna memberi penekanan pada bahan ajar sekaligus memberi feedback bagi pemahamanku pada materi. Dan hasilnya adalah lanjutkan saja

Komunikasi Bottom Up Versi Guru Pekalongan

Hukum Komunikasi Efektif Versi Bottom Up

Melanjutkan tulisan saya terdahulu tentang komunikasi efektif versi bottom up, kali ini saya tampilkan hasil survey saya di Kabupaten Pekalongan, yang kebetulan semuanya berprofesi sebagai guru. Instrumen beserta hasil jawaban peserta Diklat Prajabatan Golongan III angkatan I pada Kabupaten Pekalongan, saya sajikan dalam tabel berikut : Baca lebih lanjut

Mengapa Keputusan Kelompok seringkali Kurang Memuaskan ?

Hambatan dalam Pengambilan Keputusan Kelompok Kerja ?

Pada awal tahun anggaran, kita biasanya mengadakan rapat guna mempersiapkan pelaksanaan kegiatan. Untuk kegiatan rutin atau kegiatan yang pernah dilakukan pada tahun sebelumnya, tidak banyak masalah yang dibahas. Tinggal evaluasi kegiatan tahun kemaren, sedikit perbaikan disana-sini…yak…oke…kegiatan dapat segera dilaksanakan dan rapat bisa cepat selesai. Tetapi untuk kegiatan yang relatif baru, sudah lama tidak dilaksanakan, apalagi belum pernah dilaksanakan, banyak sekali masalah yang akan dibahas sehingga rapat akan menjadi sangat lama, banyak perdebatan, banyak diskusi, melelahkan….tetapi kadang-kadang hasilnya kurang memuaskan bagi Anda. Kadang Anda ingin berontak, atau protes…. berusaha mengajukan berbagai argumen….tetapi mau bagaimana lagi. Itu telah menjadi keputusan tim dan telah dilakukan secara demokratis. Lalu bagaimana dengan Anda ? Apa Anda tetep bergabung dalam tim kerja atau malah mungkin minta dicoret dari daftar panitia ?

Michael West dalam bukunya Effective Teamwork menjelaskan bahwa pada dasarnya pengambilan keputusan kelompok itu secara kualitas hasilnya cenderung lebih baik daripada rata-rata keputusan yang diambil oleh setiap anggota, namun kualitasnya tetap dibawah keputusan yang diambil oleh anggota terbaik. Mengapa demikian ? Banyak hasil penelitian membuktikan bahwa ada fenomena psikologis yang disebut dengan ’keengganan sosial’ (social loafing) yang menyebabkan setiap individu kurang berupaya secara sungguh-sungguh atau tidak mengeluarkan kemampuan maksimalnya jika bekerja dalam sebuah tim. Nah menurut pengamatan Anda, apakah setiap peserta rapat sudah mengeluarkan kemampuan terbaiknya ? disampin social loafing, ada beberapa proses sosial penghambat keputusan kelompok

Hukum Komunikasi Efektif Versi Bottom Up

Penerapan Hukum Komunikasi Efektif versi Bottom Up di Rembang

Untuk memperbaharui dan mengembangkan kualitas bahan ajar, seringkali saya melakukan pencarian bahan di internet. Disamping lebih ’fresh’bahan-bahan yang saya dapatkan di internet biasanya lebih praktis, lebih simpel dan biasanya berbentuk tips, juga kadang lebih orisinil dan lebih Indonesia, utamanya yang ditulis para bloger (ini termasuk manfaat ngeblog karena disini kita bisa mengeluarkan potensi otak kita tanpa ’pagar-pagar’pemikiran para orang barat).

Saat saya sedang mempersiapkan bahan ajar Prajabatan Golongan III khususnya materi ”Komunikasi Yang Efektif”, saya juga banyak mengambil bahan-bahan dari internet. Hanya saja saya merasa bahan-bahan komunikasi yang saya dapatkan, baik dari internet maupun buku-buku yang saya baca, lebih banyak merupakan suara ’atasan’ atau suara bersifat ’top down’. Dengan bersifat empathy, saya menjadi maklum mengingat para penulis umumnya merupakan para pakar dengan usia yang sudah matang. Dengan kata lain yang mereka lakukan adalah mengamati, mengira-ira (atau mengingat-ingat pas jaman masih jadi bawahan), membandingkan dengan referensi asing (yang ditulis oleh pakar juga), sehingga bagi saya yang tidak pernah menjadi seorang pejabat, konsep-konsep komunikasi yang mereka tawarkan mengawang-awang, terkesan memudahkan or menyederhanakan masalah, kurang memperhatikan ’penderitaan’ staf atau menggeneralisir masalah atau istilah saya terlalu ’top down’. Lalu Yang Versi Bottom Up Bagaimana?

Tips Melakukan Kritik Pada Atasan

Ada ungkapan bahwa bos itu selalu benar. Jangan pernah melakukan kritik pada bos kalau Anda ingin selamat. Apakah betul begitu ?! Sementara ini saya tidak dapat menyalahkan statemen itu. Apalagi sistem birokrasi kita masih sangat terpengaruh dengan kebijakan kepala daerah, utamanya di Kabupaten/Kota dimana penempatan personil pejabat masih menjadi wewenang Bupati/Walikota. Sedih sekali saya harus mengatakan ini….tetapi itulah kenyataannya.

Tetapi apakah atasan tidak memerlukan kritik ?! Sebenarnya perlu juga, mengingat mereka juga manusia yang penuh keterbatasan. Apalagi kalau kritik itu dapat memperlancar tugas pekerjaan mereka. Tapi mengkritik seorang atasan perlu kiat-kiat, termasuk bagaimana waktu yang tepat untuk melakukan kritik pada atasan. Berikut Tips singkat melakukan kritik seperti dikemukaan oleh Less Giblin dalam ”Still With People”, setelah saya kombinasikan dengan pengalaman saya tentunya.
Apa saja Tipsnya?

Kepribadian PNS Tidak Bisa Berkembang ?

SIAPAKAH AKU ?

Terus terang saja profil PNS umumnya seragam. Disiplin, kaku, kurang komunikatif, jarang tersenyum, selalu terjebak rutinitas, selalu manut dengan atasan, jarang melakukan debat, lemah dalam inisiatif, sangat terpaku dengan juklak dan juknis dst… prototipe lainnya adalah gaya jalannya pelan, santai, potongan rambut konservatif dan kalau bicara kesenian pasti sukanya lagu-lagu kalem, lagu nostalgia, sinetron melankolis, film action kelas B, pokoknya cenderung seragam seperti baju yang dikenakannya setiap hari. Saya sendiri waktu pertama jadi PNS juga kaget dan bingung mengenai kondisi itu. Saya sendiri suka ngeyel, suka bertanya sejelas-jelasnya, cenderung provokator, adu argumen, dinamis, kalo seni ya… lagu-lagu keras, film drama kelas oscar, komik jepang, dan maen game. Tapi lama-lama, karena lingkungan juga, saya rasakan diri saya juga mulai seragam…..sehingga temen-temen lama saya mungkin hampir tidak ’mengenali saya’ jika bertemu. Mungkin kondisi saya dan juga anda sekalian mirip-mirip dengan cerita berikut…..
Bagaimana Ceritanya ? Baca Disini

Pendekatan Komitmen Kerja PNS

 Meningkatkan Sikap Kepatuhan PNS menjadi suatu Komitmen (2)

Selama pemerintah bersikap tidak konsisten dalam penetapan kebijakan, utamanya dalam manajemen SDM, tidak ada solusi tepat bagi peningkatan kinerja PNS. Ketidakkonsistenan pemerintah itu dapat dilihat antara lain: pola perekrutanresize-of-capture_47sket.jpg PNS belum berdasarkan pada analisis kebutuhan tetapi masih berpedoman pada jatah anggaran; belum ada kejelasan mengenai sistem reward and punishment PNS; Pengiriman Pengembangan SDM baik melalui pendidikan formal maupun diklat seringkali salah sasaran; pengangkatan jabatan PNS belum berpedoman pada kompetensi; struktur birokrasi pemerintah belum kearah ’miskin struktur kaya fungsi’; serta minimnya pemanfaatan teknologi dalam mendukung produktivitas kerja instansi pemerintah.

Dari uraian tersebut pasti akan timbul suatu pertanyaan : kalau begitu tidak ada solusi ? Kalau kita bicara sistem penyelenggaraan pemerintahan solusi itu akan datang tidak dalam waktu dekat. Tetapi kalau kita memiliki prinsip ”diujung goa yang gelap pasti ada jalan keluar”, sebagai pelaksana di lapangan kita dapat berusaha meningkatan pendekatan kita dalam memotivasi kinerja staf, dari pendekatan kepatuhan menuju kearah pendekatan komitmen kerja.
Michael Maccoby dalam bukunya “Why Work ?” menyatakan bahwa pada akhirnya semua orang harus bekerja, tidak hanya untuk mendapatkan imbalan kebutuhan pokok, tetapi karena ingin menerapkan kemampuan yang mereka miliki dan merasakan dirinya berharga bagi diri sendiri dan orang lain. Hal itu menimbulkan pertanyaan: Apa yang membuat orang merasa berharga? Maccoby mengidentifikasikan delapan ‘pemicu nilai’ di lingkungan kerja yaitu : jaminan (security), keterkaitan (relatedness), kesenangan (pleasure), informasi (information), penguasaan (mastery), bermain (play), martabat (dignity), dan mempunyai arti (meaning). Pekerjaan yang memberikan hal tersebut memotivasi orang untuk memberikan kinerja terbaik dan komitmen kepada organisasi. Uraian lengkapnya disini